Uncategorized

You Must Choose


Setelah menyelesaikan study, saya
kembali tinggal di daerah kelahiran saya. Hidup bersama keluarga kecil yang
sederhana. Alhamdulillah, sebelum akhirnya saya benar-benar di wisuda, saya
sudah mendapatkan pekerjaan sebagai guru, sesuai dengan pendidikan yang saya
tempuh selama empat tahun silam.

Tidak ada satupun keluarga saya
yang menjadi seorang guru. Bisa dikatakan, saya satu-satunya. Dari keluarga
bapak atau pun ibu sama sekali tidak ada yang menjadi guru. Dulu
sebelum akhirnya saya lulus, saya sempat merasa khawatir bagaimana nanti saya
menjalani kehidupan saya. Mengenai karir saya.

Saya bertanya ke beberapa teman
saya selagi masih kuliah. Setelah kuliah nanti mau ngajar dimana? Kebanyakan
dari mereka akan mengajar di sekolah yang sudah ditetapkan.
Karena mereka sudah mempunyai link untuk mengajar di sekolah itu. Dalam hati,
bagaimana dengan saya nanti, yang ‘tidak mempunyai siapa-siapa’ (tidak ada
relasi atau kenalan di sekolah-sekolah). Dan ternyata beberapa teman yang lain pun bernasib sama dengan saya.

Beberapa teman saya yang lain, banyak
yang sudah mendapatkan pekerjaan sebelum menyelesaikan sidang skripsi. Saya
ingat sekali, setelah sidang skripsi selesai, saya baru apply ke sekolah-sekolah
yang sedang membuka lowongan.

Tepat setelah saya menyelesaikan
segala hal yang berkaitan dengan tugas akhir, saya langsung diterima mengajar
di salah satu sekolah swasta di daerah kelahiran saya. Sejak saat itu, hari-hari
saya bekerja sebagai seorang guru. Berangkat pagi, pulang sore itulah rutinitas
dari Senin sampai Sabtu. Bersyukur sekali kepada Allah SWT atas segala nikmat
ini.

Saya tinggal di lingkungan, yang
sebagian besar orangnya lebih memilih untuk bekerja di luar negeri. Setelah
lulus sekolah SMP atau SMA, mereka pergi keluar negeri mencari uang yang
sebulannya bisa mendapat bayaran sampe puluhan juta. Ada yang bekerja ke Taiwan,
Singapura, Malaysia dan negara-negara lainnya.  

Kerap kali saya mendapat slentingan
engga enak dari beberapa orang. “Mending kerja keluar negeri dibandingkan jadi
guru, gajinya kecil, di luar negeri bisa dapet puluhan juta.” “Percuma kuliah
lama-lama, menghabiskan banyak uang, tapi gajinya kecil, masih mending abis
sekolah SMA ke luar negeri bisa punya uang banyak.”

Anehnya orang-orang yang berbicara demikian adalah mereka yang tidak merasakan bekerja di luar negeri. Pendapat mereka hanya berdasarkan dari apa yang mereka lihat. Enaknya melihat orang sepulang dari luar negeri membangun rumah mewah, punya kendaraan bagus, dll. Mereka seakan-akan berkomentar kosong tanpa mengetahui apa sebenarnya yang sedang terjadi. 

Saya pernah mendengarkan sendiri beberapa cerita pengalaman teman saya yang bekerja di luar negeri. Semuanya butuh kerja keras dan prosesnya luar biasa. Pantas mereka mendapat hal yang luar biasa juga. Jika mereka bisa memilih pun, mereka sebenarnya tidak ingin bekerja di luar negeri. Kebanyakan dari mereka yang pergi keluar negeri karena keterpaksaan biaya hidup yang harus mereka perjuangkan dan penuhi. 
Kadang saya dibalikkan pernyataan oleh teman-teman saya yang keluar negeri ini, “Enak kamu (saya) yang bisa merasakan bangku kuliah.” Mendengar pernyataan ini dari teman saya, saya menanggapi dengan pernyataan “Semua sama-sama harus melalui perjuangan yang tidak instan.”
Terkadang beberapa di antara kita mudah sekali membandingkan kehidupan kita dengan orang lain. Padahal setiap orang sudah memilih jalan hidupnya masing-masing. Sesuai dengan apa yang bisa dilakukan dan bagaimana keadaannya saat itu. Semua engga bisa dipukul rata. Kita tidak harus sama dengan apa yang mereka lakukan. Kita tidak harus melakukan apa yang mereka lakukan. 
Apapun pilihan kita untuk mencapai suatu hal yang kita inginkan, kita mengalami proses yang panjang. Mengalami perjuangan yang tidak instan. Sebenarnya disitulah letak pelajaran dan pengalaman hidup didapatkan. 
Bagaimanapun jalan yang masing-masing kita tempuh, semuanya sama untuk bertahan hidup. Rezeki sudah ada yang mengatur. Sekarang tinggal bagaimana kita menjemput rezeki itu, yang pastinya dengan cara yang berbeda-beda dan perjuangan yang berbeda-beda pula. Engga ada yang enak. Semua mengalami proses lelah. 
Pada akhirnya kita akan kembali dengan keadaan tidak mempunyai apa-apa. 
Foto: Pexels

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *